Berkompromi Dengan Dingin

Di pagi yang masih berselimut dingin, makin terasa lebih dingin saat tiba di kantor sendirian dengan ruang ber AC sentral. Dingin ini benar-benar menusuk meskipun jaket jean butut masih belum terlepas. Maklum, saat ini adalah puncak musim hujan, dan kemarin adalah hari raya Imlek. Seperti sebuah takdir, setiap hari raya Imlek hampir selalu disertai dengan guyuran hujan, bahkan guyuran itu masih berlangsung pagi ini. Konon, menurut yang meyakininya, hal itu merupakan berkah. Jam di dinding masih menunjukkan angka 50 menit menuju awal jam kerja, tetapi sebagaimana biasanya, perkerjaan saya mulai lebih awal. Mengambil hasil backup data yang berjalan semalam adalah kegiatan pertama yang perlu dilakukan. Saat proses transfer data berlangsung, saya coba menghangatkan diri dengan "Googling", sekedar mengisi relung kecil isi otak kanan, agar tidak ikut menggigil terlebih membeku.Kadang seperti sebuah perjalanan tanpa arah, tidak terlalu jelas, ingin mencari dan mengoleksi bacaan apa hari ini? Database, Information Systems, Programming, atau sekedar koleksi Novel? Otak kiri atau otak kanankah yang harus diisi? Saya biarkan kebimbangan itu berlangsung paralel dengan terbukanya mesin pencari google. Saat halaman itu terbuka penuh, sepertinya isi otak kanan telah mengiang lebih lantang di kepala. Maklum, beberapa hari ini, saat baca salah satu harian pagi nasional sebelum berangkat kerja, isinya selalu mengupas pro dan kontra proyek pembangunan PIM (Pusat Informasi Majapahit). Simpul-simpul syaraf kepala ini ternyata masih aktif akan tema itu, maka spontan saat menu item searching itu muncul, terketiklah “ebook Majapahit”.

Berseluncur di dunia maya tak ubahnya berseluncur di dunia nyata. Kadang ada yang hitam, kadang abu-abu, kadang putih, atau warna-warna lain yang ikut muncul. Kecepatan seluncur tiba-tiba melambat saat sekilas terlihat di seberang ada kepingan-kepingan kata "Majapahit", "Novel", "eBook", "Endik", "Wonosalam", "Jombang", dan yang membuat perjalanan makin terhanti adalah munculnya serpihan kata "Gratis".Ibarat sedang berkendara, seketika rem tangan dan kaki langsung bekerja. “Cuiitttt…!”, pengereman itu agaknya seidkit mendadak, dan berhentilah pencarian pada suatu alamat, lalu berusaha belok ke arah itu untuk lebih jauh menelusuri isinya. Saat masuk lebih dalam, terbukalah lebih gamblang isi halamannya, dan ternyata benar-benar tersedia ebook gratis, tetapi bukan tentang Majapahit. Haluan sudah terlanjur masuk dan terjebak oleh kepetingan otak kanan, maka saat tertera bahwa novel tersebut boleh diunduh oleh penulisnya sendiri, maka “Ciauuuwwww!!!!!”, “Just do it…!”, “Right now…!”.”Permisiii…….,Kulo nuwun,...Sampurasun.....!”.

Selang beberapa saat, proses unduhpun komplet, sementara di layer lain, proses transfer data backup pun sudah selesai.Waktu masih jauh dari jam 9, mumpung proses unduh lagi “mak nyusss…”, perjalanan dilanjutkan ke alamat dikti, untuk mengunduh tabel dosen. Tabel itu diperlukan untuk pekerjaan EPSBED hari ini.
Ampuh, demikian yang bisa disimpulkan. Aktifitas ringan ini ternyata mampu mengurangi pengaruh tekanan udara dingin di pagi hari.Simpul-simpul syarat terasa masih tersadar bahkan ikut menghangat, sehangat pengaruh kopi kental dengan sedikit gula yang kuminum pagi-pagi tadi.

Jujur, diri ini mungkin termasuk dalam salah satu kelompok yang belum mampu memberikan penghargaan yang layak bagi para penulis. Dikatakan demikian karena interes yang tinggi akan buku-buku digital (ebook) gratisan, termasuk novel, yang bermutu tentunya. Namun demikian, semua ebook itu hanyalah untuk konsumsi pribadi, tidak untuk diperjualbelikan.Bahkan sejauh ini, sekedar menyebarkan pun saya hindari. Untuk meringkankan "dosa" itu, beberapa buku (novel) saya coba beli versi cetakannya.Tentu jika ada sisa belanja untuk susu anak-anak.Maklum, di negeri yang tumbuh subur karya-karya (seninya) ini, kurang diimbangi dengan kesempatan menikmati karya-karya (seni) bagi orang-orang berduit cekak. Ini lantaran harga buku yang sulit terjangkau bagi lapisan bawah.Padahal, dari buku kita bisa banyak belajar dan mengambil hikmah. Bahkan tidak sedikit karya-karya hebat jadi ikut terperosok masuk perangkap hukum supply-demand, makin banyak peminatnya, makin melejit harganya, hingga ke ujung menara gading. Orang-orang kecil hanya bisa menengadah dan ngiler, atau bagi yang sudah “gila”, bisa merelakan anak-anaknya tidak minum susu lagi, setidaknya kualitas susunya akan down-grade.

Di sisi lain, penulis memang perlu mendapatkan penghargaan, karena mereka juga manusia yang memiliki kebutuhan-kebutuhan, disamping juga tidak menutup kemungkinan masih memiliki keinginan-keinginan.Oleh karena itu, jalan tengah perlu diambil, jika tersedia gratis ya ambil, jika tidak maka harus menunggu kesempatan untuk bisa membeli versi cetaknya.Kompromi dengan kebutuhan pribadi, kebutuhan penulis, serta kebutuhan keluarga adalah jalan tengah yang perlu diambil untuk masa seperti ini.

Salut dan terima kasih perlu saya sampaikan buat novelis muda, pendatang baru, Endik Koeswoyo, yang telah merelakan beberapa karyanya untuk diunduh secara gratis. Semoga bisa terus berkarya dan berjaya sebagaimana idola-idolanya, dan turut serta menghangatkan isi otak kanan para pembaca dengan karya-karya yang bermutu. Banyak penulis sudah berada pada puncak ketenarannya, dan saya melihat Endik punya potensi ke arah sana, meskipun saat ini masih pada masa “Growth”.Menyebarkan ebook semacam ini adalah salah satu usaha yang tepat untuk membangun "Brand", setidaknya untuk saat ini menurut orang awam semacam saya.

Popular posts from this blog

Mengenal Concurrency Control pada Database

Normalisasi Tabel

Hidup Sehat Alami-Dr.Tan Tjiauw Liat